Minggu, 10 April 2016

Surat Terbuka Untuk Tuan Pemimpin



oleh. Karmin Lasuliha

Kami rasa ini cukup, kau pemimpin pilihan kami. Harapan untuk negeri ini bahwa engkau tak menciptakan firkah, berbuat semampu mu dan jangan janjikan yang sesungguhnya engkau tak mampu.
Membangun kampung halaman tak sesederhana yang mereka fikirkan, dan kami tahu itu.
Banyak persoalan pelik yang sedang mendera rakyatmu, jangan ada dinasti karena pemimpin yang adil tak menciptakan hal konyol itu.

Cukuplah kau yang menjadi nahkoda untuk waktu yang tak lama ini, sebentar lagi akan berakhir. Rangkul yang lain untuk kampung halaman ini.

Hai tuan ku…

Berikanlah bahasa hati, untuk engkau mengapai mentari. Bila kau ingin berkarya maka kau harus memasang telinga mendengar peluh mereka. Buatlah dirimu pemimpin, jangan malu mendengar nasehat. Sesekali engkau menutup mulut dengan membisu agar kau dapat meresapi pesan mereka.
Mereka berkata kau sombong, tetapi kami memahami bahwa engkau sedang berserah.
Jika ada rizki yang engkau dapatkan, jangan lupakan mereka, berbagilah untuk hari yang akan datang.

Hai tuan ku…

Kami percaya engkau sedang mendengarkan, kami memahami bahwa engkau faham…tidak ada yang kami pinta selain harapan yang kau punyai. Ada kebun juga ada laut, hasil kita sama untuk menyemai pohon harapan negeri ini. Dikala kami sedih, engkau wajib bertanya ada apa gerangan?
itulah yang kami maksudkan dari mu….

Hai tuan ku…

Engkau sama seperti kami dan mereka, hanya waktu yang membedakan…tanpa mereka engkau tak mungkin ada, kepemimpinan mu sudah tergariskan sejak negeri ini ada. Inilah kesempatan untuk engkau berbuat, berikan pundakmu untuk sekarung cengkeh atau jemarimu untuk se-tali ikan.
Bila demikian adanya, maka Tuan sebenarnya bukan siapa-siapa. Para pendahulu telah mencontohkan itu, bila mereka hidup pada masa sekarang, mereka tidak akan lebih dari seorang petani atau nelayan yang berdiri di pematang kebun jadi tukang bakul yang bersedekah tenaga.

Hai tuan ku…

Rakyat negeri ini terkadang menjulurkan tangan ke atas, samping dan bawah; kadang pula mereka melambaikan tangan memanggil rizki yang telah dititipkan padamu. Kenapa demikian……?? Karena mereka sedang memimpin barisannya untuk hidup yang lebih bermakna, lebih di hargai sebelum mereka mati.

Tuan ku…
Kami percaya engkau berbeda…. Tidak ada lagi kebodohan yang sama, kami dan mereka percaya bahwa engkau sedang mengasah hati untuk melawan kemiskinan, kelaparan dan ke sewenang wenagan.

Wahai tuan ku, inilah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang pemimpin rakyat. Kami semua yakin untuk masa-masa yang bahagia itu hadir menghampiri. Tentunya engkau berharap sama…
Salam dari petani cengkeh, 20 Maret 2016

Tidak ada komentar: