Minggu, 10 April 2016

Memahami diri, melihat fenomena


oleh. Irsyad Rumagia

Mereka hanya bertiga, saat mentari menjatuhkan cahayanya di ufuk barat
Tidak ada yang berbeda, anak-anak ini di paksa tua oleh televisi kata sang penulis.
Bila hari memancarkan kelam, mereka berdandan seolah itu kewajibannya.
Gaya necis dengan rok mini, menantang yang melihat. Tidak ada pilihan gaun lagi selain pakaian itu.

Usianya, masi belia…telihat dari postur tubuh, anak perempuan ini masi merekah jika di sandingkan seperti bunga melati. Jamah aja, kata lelaki itu dengan menggoda.
Mereka bisa di gauli kapan saja jika kau mau. Cukup dengan lembaran rupiah sembari mengajukan tawaran.

Hidup semakin sulit…katanya…!
Anak-anak kampung yang hidup di kota-kota metropolitan kerjaannya seperti itu , kata lelaki itu dengan yakin….
Tidak semua seperti itu, mereka hanya anak-anak kecil yang di paksa tua oleh zaman.
Sudah terlanjur hidup itu dia rasakan. Ambil saja jika kau mau menjadikannya babu, untuk sekadar masak di pagi hari dan mencuci pakaian kotor mu, atau bisa kau ajarkan dia untuk membersihkan sepenggal ruang kamar kost yang kau sendiri malas untuk membersihkannya.

Kehidupan saat ini keras kawan….semua berujung duit, ucapan kemarin dulu yang kau lontarkan di warung kopi itu cukup cerdas. Mereka lebih mulia dari para politisi di gedung rakyat. Hidup mereka hanya persoalan perut dan bertahan hidup, bahkan jaman romusa telah hadir di tengah kehidupan kita.
Mereka bekerja di malam hari untuk sesuap nasi di siang hari. Selanjutnya mereka bertahan untuk kerja esok hari.

Jangan kau jamah mereka untuk nafsu sesaat mu, jika engkau tak tahan birahi maka berwudhu lah…itu abstrak tetapi nyata jika kau lakukan. Gadis kecil ini hanya ingin kehidupan yang lebih baik, mereka tidak berfikir panjang. Cukup lah kau yang memahami hidup mu maka kau telah menghargai nya.

Jamah dia dengan kebersihan hati, kecerahan akal…nafsumu cukup kau tinggalkan untuk gadis sucimu kelak…

Kampung durian, 20 Maret 2016 (Irsyad Rumagia)

Tidak ada komentar: