Minggu, 10 April 2016

Cerahkan Nurani



Oleh. Karmin Lasuliha

Pikiran rakyat berubah drastis, simbol-simbol di abaikan seakan pola pikir tak lagi statis, kemandirian untuk berpihak bukan lagi menjadi kesadaran kolektif untuk kepentingan individu.

Analisa dan kecerdasan individualistic tentang gaya berpolitik menjadi padu untuk kesamaan serta kesadaran menuai kesejahteraan.

Kepala suku tak di percaya, begitu pula para tua-tua adat. Keberanian melawan cara berpolitik tradisi. Kami punya hak menentukan nasib bangsa ini. Kelompok –kelompok tertentu mulai berfikir integral, mengabaikan cara kuno yang memanfaatkan pikiran jernih yang polos.

“Kami tak mau menjadi kacung dalam peradaban canggih ini. Anak-anak butuh masa depan, begiitu pula keluarga. Program-program yang di tawarkan para kandidat harus variatif, jika tidak maka kami tinggalkan.

Bukan lagi uang yang menggelapkan pandangan, tetapi gerak bersama yang kami harapkan” nada itu harus di rangkai menjadi irama, di sambung menjadi bait kesejahteraan untuk meminimalisir kesenjangan.

Hanya waktu yang membedakan usia, setiap kami setara dalam urusan menentukan nasib bangsa. Jangan kau tipu kami dengan harapan-harapan palsu terbungkus muslihat. Buku sogokan nurani telah kami tutup menjadi kesadaran idealis. Kami bukan loyalis siapa-siapa, kami bergerak untuk diri kami pribadi menjadi gerakan Indonesia raya.

Hari ini setiap individu telah tersadar dari mimpi-mimpi kosong tak terarah. Kami tak bisa lagi di beli dengan rupiah mu wahai pecundang negeri.  Suara kami suci, tak pantas untuk pencuri dan penipu seperti mu, satu persatu rakyat akan kami bai’at.

Jika kau tak memberi makna dalam pesan politik yang di tawarkan maka kami akan menilai mu sebagai pencipta fatamorgana.

Saat ini kita, hanya butuh kesadaran membangun keinginan, merintis kebersamaan dan bersuara satu untuk pemimpin baik negeri ini.

Tidak ada komentar: