Cerita saudagar kaya di zaman
dahulu memberi makna, menggugah semangat untuk hidup kearah yang lebih
bersahaja. Masa keemasam para jawara uang dahulu mungkin telah habis dimakan
waktu karena zaman kini hadir dengan kerja keras dan kerja cerdas. Dahulu
kekayaan itu didapatkan dengan mistik dan mantra, banyak cerita masa lalu yang
bisa kita ambil pelajaran. Waktu itu ada cerita aladin pemilik jin dari lampu
wasiat, ada juga cerita harun al-rasyid dengan limpahan harta pemilik masa. Ada
pula cerita goa penuh limpahan batu mulia symbol qarun pemilik kunci harta,
banyak sekali cerita sejarah dengan fiktif dan fakta yang bisa diambil
hikmahnya. Ada banyak cerita masa lalu yang salah dimaknai oleh mereka yang
menginginkan hidupnya penuh limpahan harta dan tahta.
Di zaman modern ini, persaingan
tidak lagi dapat dibedakan antara baik
dan buruk sama halnya dengan fiktif dan fakta. Kebenaran dianggap membingungkan
karena pikiran saat ini lebih cenderung dikuasai oleh ketidakbenaran, ungkapan
kata tidak lagi sejalan dengan tindakan nyata yang dilakukan karena kebencian
dan keserakahan telah mengalahkan kemurnian hati.
Saat ini ketika kita menginginkan
kehidupan enak, layak dan serba berkecukupan banyak peluang yang tersedia. Ada
peluang yang bisa didapatkan dengan kreatifitas ada pula peluang yang
didapatkan dengan kajian serta analisa pandangan mata. Peluang itu bisa kita
pilahkan mulai dari bisnis rill maupun peluang di pemerintahan.
Cerita para jawara bukan tinggal
kenangan melainkan menjadi pelajaran bagi beberapa orang yang ambisi
mendapatkannya. Mereka meyakini sekaligus merestui muslihat itu nyata dan
biasa, karena kebodohan adalah dasar pijaknya. Disisi lain mereka yang memahami
menganggap kursi jawara adalah cobaan nyata dan luar biasa. Kursi jawara itu
benar adanya untuk birokrat yang tahu tugas pokok dan fungsi. Di negeri ini kursi
jawara boleh diperebutkan orang-orang bodoh tak tahu diri, tak punya gigi tetapi
mau menggigit…inilah birokrasi ajaib yang bisa didapatkan dengan nujum dan
sulap…..
Demokrasi bukan lagi sebuah
amanat apalagi menjadi perubahan yang baik. Hati nurani tergadaikan untuk
kepentingan uang karena saudagar pasar dan para petani telah berambisi menjadi
politikus. Mereka yang miskin berkhayal menjadi pelancong di ibukota symbol kerakusan
untuk bersaing merebut tahta dan jabatan…semoga mereka bisa belajar memahami. Aspirasi
mereka harus benar suara rakyat bukan suara fiktif penuh muslihat atau kami
tobat korupsi tetapi korupsi masih merajai seantero panggung politik, itulah
tanda bobroknya demokrasi negeri ini. Di awal tahun 2014 ini rakyat berharap
cemas, “apakah kami masih menjadi tumbal kebodohan para legislator dan
eksekutor”.
Rakyat tidak ingin hal Ini
menjadi preseden buruk demokrasi, jika mereka merebut kursi jawara maka kita sebagai rakyat setuju akan hadirnya
hal bodoh untuk membodohi….mari menjadi satu dari jutaan rakyat Indonesia memberikan
peluang bagi wakil rakyat yang cerdas serta memiliki ilmu yang kompeten untuk
kerja- kerja yang berpihak untuk kemajuan dan kesejahteraan….salam Damai Papua
(Penulis adalah Mantan Aktifis HMI Papua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar